ILUSTRASI GLOBAL TENTANG OKSIDENTALISME

on Kamis, 06 November 2014

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada minggu kemarin kita telah mempelajari sedikit tentang orientalisme, perkembangannya, serta pengaruh terhadap timur. Kemudian sekarang kami akan menjelaskan sedikit tentang oksidentalisme yang menjadi lawan dari orientalisme. Kita mengetahui bahwasanya orientalisme(al-istisyraq)  adalah studi tentang ketimuran atau dunia Timur yang mencangkup peradaban, kebudayaan, bahasa, bahkan agama pun menjadi kajian dari mereka.[1]Hal itu sama dengan oksidentalisme(al-Istighrab) yaitu studi tentang kebaratan atau dunia Barat. Dalam kajian ini para oksidentalis mempelajari peradaban dan kebudayan orang barat.
Gerakan oksidentalisme sendiri di pelopori oleh Hasan Hanafi yang lahir di Mesir pada 14 Februari 1934 M. Beliau merupakan pemikir muslim modern dari Mesir, juga  salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan ataurevolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme.Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar yaitu pembaharu pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.Bukan hanya Hasan Hanafi saja yang menjadi tokoh oksidentalisme,akan tetapi masih banyak lagi yang mungkin nanti akan kita bahas lebih dalam dalam makalah ini.
Makalah ini membahas perbedaan antara oksidentasme dan orientalisme, dan sesuatu yang mendasari munculnya oksidentalisme itu sendri. Dan semoga makalah ini bisa menjadi sumber informasi bagi semua.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa oksidentalismeitu?
2.      Bagaimana sejarah munculnya oksidentalisme dan pula tokoh-tokohnya?
3.      Apa dampak positif dan negatif oksidentalisme ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui tentang pengertian dari oksidentalisme;
2.      Mengetahui sejarah sejarah munculnya oksidentalisme dan tokoh-tokohnya;
3.      Memahami dampak positif dan negatif dari oksidentalisme.
PEMBAHASAN

A.    Definisi Oksidentalisme
Oksidentalisme (al-Istighrâb) adalah lawan dari orientalisme (al-Istisyrâq). Kalau oreintalisme melihat potret Timur yang dalam tanda petik “Islam” dari kacamata Barat, maka oksidentalisme justru sebaliknya: melihat potret Barat dari kacamata Timur.Apabila ditinjau dari aspek etimologinya, oksidentalisme diambil dari akar kata occidentyang berarti “arah matahari terbenam”. Kata ini berasal dari bahasa Latinoccidens dari kata occido atau occedo, dan occidere, yang berarti to go down. Istilah-istilah itu mengandung beberapa arti, seperti: turun, memukul, membunuh, menghancurleburkan, jatuh, roboh, rebah, terbenam, disebelah barat, berakhir, habis riwayatnya, hilang, lenyap, matahari terbenam, senja atau barat, bagian dunia sebelah barat Asia terutama Eropa dan Amerika.Hassan Hanafi memberikan pemahaman misi oksidentalisme sendiri adalah mengurai dan menetralisasi distorsi sejarah antara Timur dan Barat, dan mencoba meletakan kembali peradaban Barat pada proporsi geografisnya.[2]
Sedangkan menurut Burhanuddin Dayadalam bukunya Pergumulan Timur Menyikapi Barat: Dasar-Dasar Oksidentalisme mengatakan bahwa dalam memformulasikan oksidentalisme sedikit berbeda dengan yang lain, yaitu: Pertama, oksidentalisme dipandang sebagai suatu mode pemikiran yang dibangun berdasarkan suatu epistemologi dan ontologi tertentu dengan menancapkan perbedaan yang jelas antara Timur dan Barat. Kedua, oksidentalisme mungkin bisa juga dilihat sebagai istilah akademik yang merujuk kepada seperangkat lembaga, disiplin ilmu, dan berbagai aktivitas, yang biasanya terbatas pada perguruan-perguruan tinggi Timur yang berkepentingan dengan kajian tentang masyarakat dan kebudayaan Barat. Ketiga, oksidentalisme dapat dilihat sebagai lembaga berbadan hukum yang berkepentingan dengan masyarakat Barat.[3]
Luthfi Asy-Syaukani sendiri dalam karangannya  Oksidentalisme: Kajian Barat Setelah Kritik Orientalisme terhadap Ulumul Qur’an mengatakansecara harfiah oksidentalisme berarti hal-hal yang berhubungan dengan Barat, baik itu budaya, ilmu dan aspek sosial lainnya. [4]
            Secara garis besar, oksidentalisme suatu gerakan pembaharu yang muncul dari Timur untuk mensetarakan dunia Timur dengan Barat yang telah maju. Dan juga menetralisasi penyimpangan sejarah antara bangsa Timur dan bangsa Barat.
B.     Sejarah Munculnya Oksidentalisme
Pada abad 17 hingga abad 18 M adalah masa disintegrasi kekuasaan Islam, hilangnya rasionalisme dan mengentalnya sufisme dalam kehidupan masyarakat Islam merupakan fenomena yang menganjal dan sekaligus sebagai pertanda bagi degradasi Islam. Sebaliknya, pada waktu itu pula dunia Barat sedang mencapai prestasi di bidang sains dan teknologi.Sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan dan melepaskan diri dari cengkraman kolonial Barat, dunia Islam, terutama Mesir dan Turki melakukan studi tentang kemajuan-kemajuan Barat baik di bidang sains dan teknologi. Oleh karena itu, beberapa delegasi pelajar dikirim ke Barat untuk mendalami ilmu di sana. Sekitar dua abad,merekaberguru terhadap orang Barat dalam berbagai hal, namun hal tersebut belum bisa mengantarkan dunia Islam kepada kemajuan yang diharapkan. Sementara studi tentang pemikiran atau filsafat Barat masih terlalu prematur, sehingga studi tersebut belum memuaskan dan memberi konstribusi bagi Intelektual Islam. Ketidakpuasan kajian tesebut, setidaknya dapat dilihat dari dua faktor. Pertama, kajian yang ada masih sarat dengan subyektifitas. Kedua, kajian yang ada hanya sekadar promosi peradaban orang lain yang kering dari kritisisme.[5]
Kemudian dalam perkembanganya, munculah Hasan Hanafi seorang revolusioneryang menguasai tradisi keilmuan Islam klasik dan tradisi keilmuan Barat. Penguasanya tersebut mampu membuat pembaharuan yang komprehensif. Baginya pembaharuan dalam Islam, tidak bisa lepas dari keberlaluan masa lampau Islam. Disamping itu pembaharuan dalam Islam, juga tidak bisa menafikan keberadaan Barat, yang sudah menjadi fenomena perilaku dan pemikiran di dunia Islam.
Barat yang telah hadir di tengah-tengah kehidupan umat Islam dengan berbagai produknya membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif itu kemudian menjadi problem bagi kemajuan dunia Islam. Oksidentalisme digagas sebagai bentuk respon terhadap problem tersebut yang berupa tantangan modernitas.
Menurut Hasan Hanafi, oksidentalisme yang dibangunnya mempunyai akar sejarah dalam khasanah keilmuan Islam, karena  hubungan antara dunia Islam dengan Barat tidak hanya terjadi pada abad modern, melainkan telah dimulai sejak 12 abad yang silam. Hal itu terjadi ketika ulama berhadapan dengan filsafat Yunani.[6]
Studi oksidentalisme ketika Islam berada pada puncak kejayaanya dan sebagai pusat peradaban dunia. Pada awalnya, umat Islam lebih bersikap pasif dalam mengkaji budaya dan pemikiran Yunani. Kajian dalam fase ini, ditekankan hanya untuk mengetahui pemikiran-pemikiran tersebut kemudian dialihbahasakan secara tekstual kedalam bahasa Arab, tanpa melakukan kajian lebih kritis. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi dilakukanya penerjemahan secara tekstual, antara lain: untuk menjaga validitas bahasa, keterbatasan bahasa Arab dalam memahami tema-tema baru yang tidak dijumpai sebelumnya, dan membangun logika yang belum dimiliki oleh umat Islam. Olehkarenanya, fase ini disebut dengan masa terjemahan tekstual.
Pada fase selanjutnya, umat Islam tidak lagi menerjemahkan pemikiran Yunani secara tekstual, tetapi secara kontekstual. Artinya upaya tranformasi pemikiran Yunani kedalam Islam lebih ditekankan pada makna yang dikandungnya. banyaknya kosa kata Arab tentang istilah-istalah asing yang dikenalnya, dan semakin pahamnya ulama Islam tentang filsafat Yunani memungkinkan bagi mereka untuk mentransfer pemikiran Yunani secara kontekstual. Pada fase ini, istilah-istilah asing diupayakan untuk diganti dengan istilah-istilah Arab, sehingga bahasa Arab semakin kaya akan istilah-istilah filsafat.
Setelah melalui dua fase di atas, para ulama Islam dalam mengkaji mulai memberi komentar dan penjelasan terhadap teks-teks yang ada. Ini berarti meningkat, yang awalnya dari penerjemah menjadi komentator (syarikh). Setelah itu ulama Islam melakukan kajian filsafat secara tematik, yaitu mengkaji beberapa subjek yang dianggap penting untuk disusun dalam suatu karaya, tahapan ini disebut fase peringkasan (talkhish).
C. Tokoh-tokoh Oksidentalisme
Dalam kajian ini penulis akan sebutkan beberapa tokoh oksidentalisme yang mayoritas mereka adalah pemikir dan tokoh pembaharu Islam.
1. Jamaluddin al-Afghani;
Jamaluddin Al-Afghani adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya tersebar luas hingga ke seluruh penjuru dunia. Perjuangannya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika itu(Inggris). Tapi, komitmen dan konsistensinya yang sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat beliau tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2. Dr. Muhammad Abduh;
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.
3. Sheikh Muhammad Rasyid Ridla;
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Lebanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H.; Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina Husen, putra Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah Saw.
4. Dr. Muhammad Imarah;
Muhammad Imarah atau Amarah lahir di Desa Sharwah-Qalain Propinsi Kafr Al-Syaikh Mesir, seorang intelektual kelas kakap di Tanah Arab. Responnya yang cukup antusias pada dunia akademis, terutama dalam menyikapi tren pemikiran Islam, telah mengibarkan namanya dalam dunia pendidikan dan pemikiran Islam kontemporer.
5. Dr. Hasan Hanafi;
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.
Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh oksidentalisme lain yang penulis tidak sebutkan di sini, karna nanti akan membuat tulisan ini terlalu panjang dan membosankan pembaca.
D. Dampak Positif dan Negatif yang Ditimbulkan Akibat Oksidentalisme
Berbicara positif dan negatif akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan, artinya sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya. Dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.
Menurut penulis dampak positif dan negatif akibat oksidentalisme tergantung pada pribadi oksidentalis itu sendiri. Seorang oksidentalis yang benar menurut penulis ialah yang tidak terlalu terpengaruh dengan kemajuan peradaban Barat dan lantas mengadopsi apa saja yang yang diproduksi oleh Barat, boleh mengambil dan meniru Barat,tetapi harus mem-filter-nya dengan landasan Islam dan iman. karena kalau tidak, akan menimbulkan semacam racun dalam masyarakat timur khususnya umat Islam.
Islam yang universal, mengajarkan liberalisme dalam berfikir, memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi dibatasi oleh dua pokok fundamental yaitu Al-Qur'an dan Hadis, seagaimana ungkapan yang sering kita dengar “kamu punya kebebasan tetapi kebebasanmu dibatasi oleh kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan libralisme yang di dengung-dengungkan dan dianut oleh Barat, yaitu libralisme tanpa batas, dan ini bahaya.
Menurut Hassan Hanafi, “Jika Oksidentalisme telah selesai dibangun dan telah dipelajari oleh para peneliti dari beberapa generasi, lalu menjadi arus utama (thayyar `âmm) pemikiran di negara kita (Mesir dan Timur Tengah, termasuk Indonesia) serta memberikan andil dalam membentuk kebudayaan tanah air, maka akan terdapat hasil-hasil seperti berikut ini:[7]
1.      Adanya kontrol atau pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal sampai akhir, sejak kelahiran hingga keterbentukan;
2.       Mempelajari kesadaran Eropa dalam kapasitas sebagai sejarah, bukan sebagai kesadaran yang berada di luar sejarah (khârij al-târîkh) ;
3.       Mengembalikan Barat ke batas alamiahnya, mengakhiri perang kebudayaan, menghentikan ekspansi tanpa batas, mengembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan, sehingga partikularitas Barat akan terlihat;
4.      Menghapus mitos “kebudayaan kosmopolit”; menemukan spesifikasi bangsa di seluruh dunia, dan bahwa setiap bangsa memiliki tipe peradaban serta kesadaran tersendiri, bahkan ilmu fisika dan teknologi tersendiri seperti yang terjadi di India, Cina, Afrika dan Amerika Latin; menerapkan metode sosiologi ilmu pengetahuan dan antropologi peradaban pada kesadaran Eropa yang selama ini diterapkan produsennya pada kesadaran non Eropa, dan merupakan satu penemuan yang sangat berharga yang orisinal dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Singkatnya, agar terjadi pola hubungan seimbang, akan muncul berbagai sentrimisme, semua peradaban dalam satu level, sehingga terjadi hubungan timbal balik dan interaksi peradaban yang harmonis;
5.      Membuka jalan bagi terciptanya inovasi bangsa non Eropa dan membebaskannya dari “akal” Eropa yang menghalangi nuraninya, sehingga bangsa non Eropa dapat berpikir dengan “akal” dan kerangka lokalnya sendiri. Sehingga akan ada keragaman tipe dan model. Tidak tunggal bagi semua bangsa di dunia. “Tidak ada kreasi tanpa pembebasan diri dari kontrol the other dan tidak ada inovasi orisinal tanpa kembali kepada diri sendiri yang telah terbebas dari keterasingan dalam the other. Orisinalitas ini akan beralih dari tingkat kesenian rakyat ke tingkat substansial dan konsepsi tentang alam;
6.      Menghapus rasa rendah diri yang terjadi pada bangsa non Eropa ketika berhadapan dengan bangsa Eropa dan memacu mereka menuju tahap inovator setelah sebelumnya hanya berperan sebagai konsumen kebudayaan, ilmu pengetahuan dan kesenian, bahkan tidak mustahil akan dapat melampaui Eropa;
7.      Melakukan penulisan ulang sejarah agar semaksimal mungkin dapat mewujudkan persamaan bagi seluruh bangsa di dunia yang sebelumnya menjadi korban perampasan kebudayaan yang dilakukan bangsa Eropa;
8.      Permulaan filsafat sejarah Barat yang dimulai dari angin Timur serta ditemukannya siklus peradaban dan hukum evolusinya yang lebih komprehensif dan universal dibanding yang ada di lingkungan Eropa; dan tinjauan ulang terhadap posisi bangsa Timur sebagai permulaan sejarah seperti dikatakan Herder, Kant, dan Hegel;
9.      Mengakhiri Orientalisme, mengubah status Timur dari obyek menjadi subyek, dari sebongkah batu menjadi suatu bangsa, meluruskan hukum-hukum yang diterapkan Barat ketika berada di puncak kebangunannya kepada peradaban Timur yang sedang berada dalam keterlelapan tidur dan kealpaannya;
10.  Menciptakan Oksidentalisme sebagai ilmu pengetahuan yang akurat, bisa mengubah peradaban Barat dari kajian obyek menjadi obyek kajian; melacak perjalanan, sumber, lingkungan, awal, akhir, kemunculan, perkembangan, struktur dan keterbentukan peradaban Barat;
11.  Membentuk peneliti-peneliti tanah air yang mempelajari peradabannya dari kacamata sendiri dan mengkaji peradaban lain secara lebih netral dari kajian yang pernah dilakukan Barat terhadap peradaban lain. Dengan begitu akan lahir sains dan peradaban tanah air, serta akan terbangun sejarah tanah air;
12.  Dimulainya pemikir baru yang dapat disebut sebagai filosuf pasca generasi pelopor di era kebangkitan. Hal ini untuk menjawab pertannyaan, apakah kita memiliki filosuf?;
13.  Kalaupun generasi kita telah merampungkan tugas pembebasan dari penjajah, pendudukan militer, kemudian berupaya merubah revolusi menjadi sebuah negara yang mewujudkan kemerdekaan ekonomi;
14.  “Dengan Oksidentalisme, manusia akan mengalami era baru di mana tida ada lagi penyakit rasialisme terpendam seperti yang terjadi selama pembentukan kesadaran Eropa yang akhirnya menjadi bagian dari strukturnya. Permusuhan antar bangsa seperti dialami umat manusia dalam dua kali perang Eropa yang hanya berjarak dua puluh tahun, akan sirna.” Diingatkan Hanafi, bahwa, “Zionisme telah mewarisi penyakit tersembunyi ini dan masih menjalankan cara penjajah dan rasialisme.”


PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Oksidentalisme adalah kajian tentang dunia barat ditinjau dari kaca mata bangsa timur.  Oksidentalisme juga bisa dikatakansebuah gerakan pembaharuan yang muncul dari timur untuk mensertarakan dunia timur dengan barat yang telah maju. Dan juga menertalisasi penyimpangan sejarah antara bangsa timur dan bangsa barat. Hasan Hanafi yang merupakan pengagas Oksidentalisme mempunyai misi mengurai dan menertalisir distorsi sejarah antara timur dan barat dan mencoba meletakakan kembali peradaban barat pada proporsi geografisnya.
             kemunculan oksidentalisme diawali pada abad ke 17 sampai dengan 18 M. berawal dari adanya Disintegrasi kekuasaan Islam, hilangnya rasionalisme dan mengentalnya sufisme fenomena tersebut yang menjadikan penganjal dan sebab kemunduran dunia islam. Sedangkan dunia barat pada waktu itu mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akhirnya bangsa barat melukan suatu gerakan mensetrakan dunia Barat dan Timur dengan mengirim orang-orang belajar ke Barat.
            Dampak negatif dari oksidentalisme, jika seseorang  yang mempelajarinya tidak bisa mengfilter kebudayaan barat atau filosofis orang barat yang mereka kaji akan di khawatirkan munculnya suatu racun dalam pemikiran  masyarakat timur. Seperti pemikiran liberalisme. Akan tetapi oksidentalisme juga mempunyai dampak positif yang banyak diantranya kajianan tentang oksidentalisme bisa menjadi kontrol budaya barat yang masuk pada dunia timur. Dan juga bisa membantah anggapn bahwa bangsa timur adalah bangsa yang kolot bangsa yang tidak berkembang.


DAFTAR PUSTAKA
Asif,Muhammad.Tt. Orientalis dan Studi al-Qur’an dan Hadis.Rembang:Makalah disajikan dalam mata kuliah Pengantar Orientalisme di STAI Al-Anwar

Hanafi,Hasan.2000. Oksidentalisme: Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat. Terj. M. Najib Buchori.Jakarta: Paramadina

Ulin,NuhaStudi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme,



[1]Mohammad Asif,Orientalis dan Studi Al-Qur’an dan Hadis, (tt,makalahdisajikan dalam mata kuliah Pengantar Orientalisme di STAI Al-Anwar), hlm. 1
[2] Hassan Hanafi, Oksidentalism: Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib Buchori, (Jakarta: Paramadina, 2000), hal 25-34
[3]Nyit Kunyit, orientalisme dan oksidentalisme, (online), (http://semprulle44.blogspot.com/2013/02/orientalisme-dan-oksidentalisme-melacak.html), diakses pada 09 Oktober 2014
[4] Ulin Nuha, Studi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme, (online), (http://ulinnuhatuban.blogspot.com/2013/02/studi-analisis-orientalisme-dan.html), diakses pada 09 Oktober 2014
[5] Bachrain,Oksidentalisme,(online), (http://bachrain88.blogspot.com/2013/05/oksidentalisme.html), diakses pada 11 Oktober 2014
[6] Hassan Hanafi, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib Buchori, hlm.44
[7]Ibid., hlm. 51-59

1 komentar:

aisl08 mengatakan...

saya izin mengambil sedikit isi makalahnya ..

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman