PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
minggu kemarin kita telah mempelajari sedikit tentang orientalisme,
perkembangannya, serta pengaruh terhadap timur. Kemudian
sekarang kami akan menjelaskan sedikit tentang oksidentalisme
yang menjadi lawan dari orientalisme.
Kita mengetahui bahwasanya orientalisme(al-istisyraq) adalah studi tentang ketimuran atau dunia
Timur yang mencangkup peradaban, kebudayaan, bahasa, bahkan agama pun menjadi
kajian dari mereka.[1]Hal itu sama
dengan oksidentalisme(al-Istighrab) yaitu studi tentang kebaratan atau
dunia Barat. Dalam kajian ini para oksidentalis mempelajari peradaban dan
kebudayan orang barat.
Gerakan
oksidentalisme sendiri di pelopori oleh Hasan Hanafi yang lahir
di Mesir pada 14 Februari 1934 M. Beliau merupakan pemikir muslim modern dari
Mesir, juga salah satu tokoh yang akrab
dengan simbol-simbol pembaruan ataurevolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme.Tema-tema
tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar yaitu pembaharu
pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan
kolonialisme modern.Bukan hanya Hasan Hanafi saja yang menjadi tokoh
oksidentalisme,akan tetapi masih banyak lagi yang mungkin nanti akan kita bahas
lebih dalam dalam makalah ini.
Makalah
ini membahas perbedaan antara oksidentasme dan orientalisme, dan sesuatu
yang mendasari munculnya oksidentalisme itu sendri. Dan semoga makalah ini bisa
menjadi sumber informasi bagi semua.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
oksidentalismeitu?
2.
Bagaimana sejarah
munculnya oksidentalisme dan pula tokoh-tokohnya?
3.
Apa dampak positif dan negatif oksidentalisme ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
tentang pengertian dari oksidentalisme;
2.
Mengetahui
sejarah sejarah munculnya oksidentalisme dan tokoh-tokohnya;
3.
Memahami
dampak positif dan negatif dari oksidentalisme.
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Oksidentalisme
Oksidentalisme (al-Istighrâb)
adalah lawan dari orientalisme (al-Istisyrâq). Kalau oreintalisme
melihat potret Timur yang dalam tanda petik “Islam” dari kacamata Barat, maka oksidentalisme
justru sebaliknya: melihat potret Barat dari kacamata Timur.Apabila ditinjau dari aspek
etimologinya, oksidentalisme diambil dari akar kata occidentyang berarti
“arah matahari terbenam”. Kata ini berasal dari bahasa Latinoccidens
dari kata occido atau occedo, dan occidere, yang berarti to
go down. Istilah-istilah itu mengandung beberapa arti, seperti: turun,
memukul, membunuh, menghancurleburkan, jatuh, roboh, rebah, terbenam, disebelah
barat, berakhir, habis riwayatnya, hilang, lenyap, matahari terbenam, senja atau
barat, bagian dunia sebelah barat Asia terutama Eropa dan Amerika.Hassan Hanafi
memberikan pemahaman misi oksidentalisme sendiri adalah mengurai dan
menetralisasi distorsi sejarah antara Timur dan Barat, dan mencoba meletakan
kembali peradaban Barat pada proporsi geografisnya.[2]
Sedangkan
menurut Burhanuddin Dayadalam bukunya Pergumulan
Timur Menyikapi Barat: Dasar-Dasar
Oksidentalisme mengatakan bahwa dalam memformulasikan
oksidentalisme sedikit berbeda dengan yang lain,
yaitu: Pertama, oksidentalisme dipandang sebagai suatu mode pemikiran
yang dibangun berdasarkan suatu epistemologi dan ontologi tertentu dengan
menancapkan perbedaan yang jelas antara Timur dan Barat. Kedua,
oksidentalisme mungkin bisa juga dilihat sebagai istilah akademik yang merujuk
kepada seperangkat lembaga, disiplin ilmu, dan berbagai aktivitas, yang
biasanya terbatas pada perguruan-perguruan tinggi Timur yang berkepentingan
dengan kajian tentang masyarakat dan kebudayaan Barat. Ketiga,
oksidentalisme dapat dilihat sebagai lembaga berbadan hukum yang berkepentingan
dengan masyarakat Barat.[3]
Luthfi Asy-Syaukani sendiri dalam karangannya
Oksidentalisme: Kajian Barat Setelah Kritik Orientalisme terhadap
Ulumul Qur’an mengatakansecara
harfiah oksidentalisme berarti hal-hal yang berhubungan dengan Barat, baik itu
budaya, ilmu dan aspek sosial lainnya. [4]
Secara garis besar,
oksidentalisme suatu gerakan pembaharu yang muncul dari Timur untuk mensetarakan
dunia Timur dengan Barat yang telah maju. Dan juga menetralisasi
penyimpangan sejarah antara bangsa Timur dan bangsa Barat.
B.
Sejarah Munculnya Oksidentalisme
Pada
abad 17 hingga abad 18 M adalah
masa disintegrasi kekuasaan Islam, hilangnya rasionalisme dan
mengentalnya sufisme dalam kehidupan masyarakat Islam merupakan fenomena yang
menganjal dan sekaligus sebagai pertanda bagi degradasi Islam.
Sebaliknya, pada waktu itu pula dunia Barat sedang mencapai prestasi di bidang
sains dan teknologi.Sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan dan melepaskan diri dari
cengkraman kolonial Barat, dunia Islam, terutama Mesir dan Turki melakukan studi
tentang kemajuan-kemajuan Barat baik di bidang sains dan teknologi. Oleh karena
itu, beberapa delegasi pelajar dikirim ke Barat untuk mendalami ilmu di sana. Sekitar dua abad,merekaberguru
terhadap orang Barat dalam berbagai hal, namun hal tersebut
belum bisa mengantarkan dunia Islam kepada kemajuan yang diharapkan. Sementara
studi tentang pemikiran atau filsafat Barat masih terlalu prematur, sehingga
studi tersebut belum memuaskan dan memberi konstribusi bagi Intelektual Islam.
Ketidakpuasan kajian tesebut, setidaknya dapat dilihat dari dua faktor. Pertama,
kajian yang ada masih sarat dengan subyektifitas. Kedua,
kajian yang ada hanya sekadar promosi peradaban orang lain yang kering dari
kritisisme.[5]
Kemudian dalam
perkembanganya, munculah Hasan Hanafi seorang revolusioneryang menguasai
tradisi keilmuan Islam klasik dan tradisi keilmuan Barat.
Penguasanya tersebut mampu membuat pembaharuan
yang komprehensif. Baginya pembaharuan dalam
Islam, tidak bisa lepas dari keberlaluan masa lampau Islam. Disamping itu pembaharuan
dalam Islam, juga tidak bisa menafikan keberadaan Barat, yang sudah menjadi
fenomena perilaku dan pemikiran di dunia Islam.
Barat yang telah hadir di tengah-tengah kehidupan umat Islam dengan
berbagai produknya membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif itu
kemudian menjadi problem bagi kemajuan dunia Islam. Oksidentalisme digagas
sebagai bentuk respon terhadap problem tersebut yang berupa
tantangan modernitas.
Menurut Hasan Hanafi,
oksidentalisme yang dibangunnya mempunyai
akar sejarah dalam khasanah keilmuan Islam,
karena hubungan antara dunia Islam dengan
Barat tidak hanya terjadi pada abad modern, melainkan telah dimulai sejak 12
abad yang silam. Hal itu terjadi ketika ulama berhadapan dengan filsafat
Yunani.[6]
Studi oksidentalisme ketika Islam berada pada puncak kejayaanya dan
sebagai pusat peradaban dunia. Pada awalnya, umat Islam lebih bersikap pasif
dalam mengkaji budaya dan pemikiran Yunani. Kajian dalam fase ini, ditekankan
hanya untuk mengetahui pemikiran-pemikiran tersebut kemudian dialihbahasakan
secara tekstual kedalam bahasa Arab, tanpa melakukan kajian lebih kritis. Ada
beberapa faktor yang melatarbelakangi dilakukanya penerjemahan secara tekstual,
antara lain: untuk menjaga validitas bahasa,
keterbatasan bahasa Arab dalam memahami tema-tema baru yang tidak dijumpai
sebelumnya, dan membangun logika yang belum dimiliki
oleh umat Islam. Olehkarenanya, fase ini disebut dengan masa terjemahan tekstual.
Pada fase selanjutnya, umat Islam tidak lagi
menerjemahkan pemikiran Yunani secara tekstual, tetapi secara kontekstual.
Artinya upaya tranformasi pemikiran Yunani kedalam Islam lebih ditekankan pada
makna yang dikandungnya. banyaknya kosa kata Arab tentang istilah-istalah asing
yang dikenalnya, dan semakin pahamnya ulama Islam tentang filsafat Yunani
memungkinkan bagi mereka untuk mentransfer pemikiran Yunani secara kontekstual.
Pada fase ini,
istilah-istilah asing diupayakan untuk diganti dengan istilah-istilah Arab,
sehingga bahasa Arab semakin kaya akan istilah-istilah filsafat.
Setelah melalui dua fase di atas, para
ulama Islam dalam mengkaji mulai memberi komentar dan penjelasan terhadap
teks-teks yang ada. Ini berarti meningkat, yang awalnya
dari penerjemah menjadi komentator (syarikh). Setelah itu ulama
Islam melakukan kajian filsafat secara tematik, yaitu mengkaji beberapa subjek
yang dianggap penting untuk disusun dalam suatu karaya, tahapan ini disebut
fase peringkasan (talkhish).
C. Tokoh-tokoh
Oksidentalisme
Dalam kajian ini penulis akan sebutkan
beberapa tokoh oksidentalisme yang mayoritas mereka adalah pemikir dan tokoh
pembaharu Islam.
1. Jamaluddin al-Afghani;
Jamaluddin Al-Afghani adalah pahlawan besar
dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya tersebar luas
hingga ke seluruh penjuru dunia. Perjuangannya dalam menggerakkan kesadaran
umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam,
menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika
itu(Inggris). Tapi, komitmen dan konsistensinya yang sangat tinggi terhadap
nasib umat Islam, membuat beliau tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2. Dr. Muhammad Abduh;
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir
tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.
3. Sheikh Muhammad Rasyid Ridla;
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah
desa sekitar 4 km dari Tripoli, Lebanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H.; Beliau
adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina
Husen, putra Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah Saw.
4. Dr. Muhammad Imarah;
Muhammad Imarah atau Amarah lahir di Desa
Sharwah-Qalain Propinsi Kafr Al-Syaikh Mesir, seorang intelektual kelas kakap
di Tanah Arab. Responnya yang cukup antusias pada dunia akademis, terutama
dalam menyikapi tren pemikiran Islam, telah mengibarkan namanya dalam dunia
pendidikan dan pemikiran Islam kontemporer.
5. Dr. Hasan Hanafi;
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari
1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu
tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam
kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar;
pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan
kolonialisme modern.
Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh
oksidentalisme lain yang penulis tidak sebutkan di sini, karna nanti akan
membuat tulisan ini terlalu panjang dan membosankan pembaca.
D. Dampak
Positif dan Negatif yang Ditimbulkan Akibat Oksidentalisme
Berbicara positif dan negatif akibat kajian
oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan
keburukan, artinya sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang
dianggap sempurna akan nampak kekurangannya. Dalam kajian oksidentalisme ada
kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.
Menurut penulis dampak positif dan negatif
akibat oksidentalisme tergantung pada pribadi oksidentalis itu sendiri. Seorang
oksidentalis yang benar menurut penulis ialah yang tidak terlalu terpengaruh
dengan kemajuan peradaban Barat dan lantas mengadopsi apa saja yang yang
diproduksi oleh Barat, boleh mengambil dan meniru Barat,tetapi harus mem-filter-nya
dengan landasan Islam dan iman. karena kalau tidak, akan menimbulkan semacam
racun dalam masyarakat timur khususnya umat Islam.
Islam yang universal, mengajarkan liberalisme
dalam berfikir, memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi dibatasi oleh
dua pokok fundamental yaitu Al-Qur'an dan Hadis, seagaimana ungkapan yang
sering kita dengar “kamu punya kebebasan tetapi kebebasanmu dibatasi oleh
kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan libralisme yang di dengung-dengungkan
dan dianut oleh Barat, yaitu libralisme tanpa batas, dan ini bahaya.
Menurut Hassan Hanafi, “Jika Oksidentalisme
telah selesai dibangun dan telah dipelajari oleh para peneliti dari beberapa
generasi, lalu menjadi arus utama (thayyar `âmm) pemikiran di negara
kita (Mesir dan Timur Tengah, termasuk Indonesia) serta memberikan andil dalam
membentuk kebudayaan tanah air, maka akan terdapat hasil-hasil seperti berikut
ini:[7]
1. Adanya kontrol atau pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal sampai
akhir, sejak kelahiran hingga keterbentukan;
2. Mempelajari kesadaran Eropa dalam
kapasitas sebagai sejarah, bukan sebagai kesadaran yang berada di luar sejarah
(khârij al-târîkh) ;
3. Mengembalikan Barat ke batas
alamiahnya, mengakhiri perang kebudayaan, menghentikan ekspansi tanpa batas,
mengembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan, sehingga partikularitas
Barat akan terlihat;
4. Menghapus mitos “kebudayaan kosmopolit”; menemukan spesifikasi bangsa di
seluruh dunia, dan bahwa setiap bangsa memiliki tipe peradaban serta kesadaran
tersendiri, bahkan ilmu fisika dan teknologi tersendiri seperti yang terjadi di
India, Cina, Afrika dan Amerika Latin; menerapkan metode sosiologi ilmu
pengetahuan dan antropologi peradaban pada kesadaran Eropa yang selama ini
diterapkan produsennya pada kesadaran non Eropa, dan merupakan satu penemuan
yang sangat berharga yang orisinal dan tidak pernah terjadi sebelumnya.
Singkatnya, agar terjadi pola hubungan seimbang, akan muncul berbagai
sentrimisme, semua peradaban dalam satu level, sehingga terjadi hubungan timbal
balik dan interaksi peradaban yang harmonis;
5. Membuka jalan bagi terciptanya inovasi bangsa non Eropa dan membebaskannya
dari “akal” Eropa yang menghalangi nuraninya, sehingga bangsa non Eropa dapat
berpikir dengan “akal” dan kerangka lokalnya sendiri. Sehingga akan ada
keragaman tipe dan model. Tidak tunggal bagi semua bangsa di dunia. “Tidak ada
kreasi tanpa pembebasan diri dari kontrol the other dan tidak ada inovasi
orisinal tanpa kembali kepada diri sendiri yang telah terbebas dari
keterasingan dalam the other. Orisinalitas ini akan beralih dari tingkat
kesenian rakyat ke tingkat substansial dan konsepsi tentang alam;
6. Menghapus rasa rendah diri yang terjadi pada bangsa non Eropa ketika
berhadapan dengan bangsa Eropa dan memacu mereka menuju tahap inovator setelah
sebelumnya hanya berperan sebagai konsumen kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
kesenian, bahkan tidak mustahil akan dapat melampaui Eropa;
7. Melakukan penulisan ulang sejarah agar semaksimal mungkin dapat mewujudkan
persamaan bagi seluruh bangsa di dunia yang sebelumnya menjadi korban
perampasan kebudayaan yang dilakukan bangsa Eropa;
8. Permulaan filsafat sejarah Barat yang dimulai dari angin Timur serta
ditemukannya siklus peradaban dan hukum evolusinya yang lebih komprehensif dan
universal dibanding yang ada di lingkungan Eropa; dan tinjauan ulang terhadap
posisi bangsa Timur sebagai permulaan sejarah seperti dikatakan Herder, Kant,
dan Hegel;
9. Mengakhiri Orientalisme, mengubah status Timur dari obyek menjadi subyek,
dari sebongkah batu menjadi suatu bangsa, meluruskan hukum-hukum yang
diterapkan Barat ketika berada di puncak kebangunannya kepada peradaban Timur
yang sedang berada dalam keterlelapan tidur dan kealpaannya;
10. Menciptakan Oksidentalisme sebagai ilmu pengetahuan yang akurat, bisa
mengubah peradaban Barat dari kajian obyek menjadi obyek kajian; melacak
perjalanan, sumber, lingkungan, awal, akhir, kemunculan, perkembangan, struktur
dan keterbentukan peradaban Barat;
11. Membentuk peneliti-peneliti tanah air yang mempelajari peradabannya dari
kacamata sendiri dan mengkaji peradaban lain secara lebih netral dari kajian
yang pernah dilakukan Barat terhadap peradaban lain. Dengan begitu akan lahir
sains dan peradaban tanah air, serta akan terbangun sejarah tanah air;
12. Dimulainya pemikir baru yang dapat disebut sebagai filosuf pasca generasi
pelopor di era kebangkitan. Hal ini untuk menjawab pertannyaan, apakah kita
memiliki filosuf?;
13. Kalaupun generasi kita telah merampungkan tugas pembebasan dari penjajah,
pendudukan militer, kemudian berupaya merubah revolusi menjadi sebuah negara
yang mewujudkan kemerdekaan ekonomi;
14. “Dengan Oksidentalisme, manusia akan mengalami era baru di mana tida ada
lagi penyakit rasialisme terpendam seperti yang terjadi selama pembentukan
kesadaran Eropa yang akhirnya menjadi bagian dari strukturnya. Permusuhan antar
bangsa seperti dialami umat manusia dalam dua kali perang Eropa yang hanya
berjarak dua puluh tahun, akan sirna.” Diingatkan Hanafi, bahwa, “Zionisme
telah mewarisi penyakit tersembunyi ini dan masih menjalankan cara penjajah dan
rasialisme.”
PENUTUP
A. Kesimpulan
Oksidentalisme
adalah kajian tentang dunia barat ditinjau dari kaca mata bangsa timur. Oksidentalisme juga bisa dikatakansebuah gerakan pembaharuan yang muncul dari timur untuk mensertarakan
dunia timur dengan barat yang telah maju. Dan juga menertalisasi penyimpangan
sejarah antara bangsa timur dan bangsa barat. Hasan Hanafi yang merupakan pengagas
Oksidentalisme mempunyai misi mengurai dan menertalisir distorsi sejarah antara
timur dan barat dan mencoba meletakakan kembali peradaban barat pada proporsi
geografisnya.
kemunculan oksidentalisme diawali pada abad ke
17 sampai dengan 18 M. berawal dari adanya Disintegrasi
kekuasaan Islam, hilangnya rasionalisme dan mengentalnya sufisme fenomena tersebut yang menjadikan penganjal
dan sebab kemunduran dunia islam. Sedangkan dunia barat pada waktu itu
mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Akhirnya bangsa barat melukan suatu gerakan mensetrakan dunia Barat
dan Timur dengan mengirim orang-orang belajar ke Barat.
Dampak
negatif dari oksidentalisme, jika seseorang
yang mempelajarinya tidak bisa mengfilter kebudayaan barat atau
filosofis orang barat yang mereka kaji akan di khawatirkan munculnya suatu
racun dalam pemikiran masyarakat timur.
Seperti pemikiran liberalisme. Akan tetapi oksidentalisme juga mempunyai dampak
positif yang banyak diantranya kajianan tentang oksidentalisme bisa menjadi
kontrol budaya barat yang masuk pada dunia timur. Dan juga bisa membantah
anggapn bahwa bangsa timur adalah bangsa yang kolot bangsa yang tidak
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Asif,Muhammad.Tt. Orientalis dan
Studi al-Qur’an dan Hadis.Rembang:Makalah disajikan dalam mata kuliah Pengantar Orientalisme di STAI Al-Anwar
Bachrain.Oksidentalisme.(Online).http://bachrain88.blogspot.com/2013/05/oksidentalisme.html
Hanafi,Hasan.2000. Oksidentalisme: Sikap
Kita Terhadap Tradisi Barat. Terj. M. Najib
Buchori.Jakarta: Paramadina
Ulin,NuhaStudi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme,
Nyit Kunyit, orientalisme dan oksidentalisme, http://semprulle44.blogspot.com/2013/02/orientalisme-dan-oksidentalisme-melacak.html,
[1]Mohammad Asif,Orientalis
dan Studi
Al-Qur’an dan Hadis, (tt,makalahdisajikan dalam mata kuliah Pengantar Orientalisme di STAI Al-Anwar), hlm. 1
[2] Hassan Hanafi,
Oksidentalism: Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib
Buchori, (Jakarta: Paramadina, 2000), hal 25-34
[3]Nyit Kunyit, orientalisme
dan oksidentalisme, (online), (http://semprulle44.blogspot.com/2013/02/orientalisme-dan-oksidentalisme-melacak.html), diakses pada 09 Oktober 2014
[4] Ulin Nuha, Studi
Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme, (online), (http://ulinnuhatuban.blogspot.com/2013/02/studi-analisis-orientalisme-dan.html), diakses pada 09 Oktober 2014
[5] Bachrain,Oksidentalisme,(online), (http://bachrain88.blogspot.com/2013/05/oksidentalisme.html), diakses pada 11 Oktober 2014
[6] Hassan Hanafi,
Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib
Buchori, hlm.44
1 komentar:
saya izin mengambil sedikit isi makalahnya ..
Posting Komentar