Karakteristik Kitab Hadits mursal, i'lal, dan qudsi

on Rabu, 30 April 2014



Pendahuluan
1.1  Latar Belakang

Banyak sekali kitab-kitab hadits yang telah beredar dimasyarkat. Akan tetapi, setiap kitab hadist itu mempunyai  jenis-jenis yang berbeda, dan setiap jenis-jenis kitab hadits tersebut  mempunyai karestristik yang berbeda-beda. Mulai dari penyusunannya, kandungannya, sampai jenis hadist yang terkandung didalamnya.
      Dalam makalah ini kami tidak akan membahas semua jenis-jenis kitab hadits melainkan kami hanya akan membahas sedikit dari jenis-jenis kitab hadits.  


1.2  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana cara penyusunan kitab hadits Qudsi, I’lal,  dan Mursal?
2.      Apa ciri khas dari macam-macam kitab tersebut?

1.3  Tujuan Penulisan

1.      Memberi wawasan kepada pembaca tentang penyusunan kitab hadits qudsi, i’lal, Mursal, dan Amali.
2.      Agar pembaca ciri khas dari macam-macam kitab tersebut.
Pembahasan

1.     Kitab Hadits Qudsi
Qudsi berasal dari kata قدس, يقدسو قدسا yang artinya suci atau bersih.[1]
 hadist Qudsi adalah  Hadits yang di nisbatkan kepada Dzat yang Maha Suci yaitu Allah Subhanahu wa Ta`ala. Secara istilah, Hadits Qudsi dipahami sebagai Hadits yang yang di sabdakan Rasulullah, berdasarkan firman Allah SWT. Dengan kata lain, matan Hadits tersebut adalah mengandung firman Allah SWT.
Hadist Qudsi sama dengan Hadits-Hadits lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan, juga dlaif.
kitab hadis qudsi sendiri adalah kitab-kitab yang merangkum semua hadits-hadits qudsi yang telah diriwayatkan oleh nabi Muhammad S.A.W. dari Allah S.W.T

a.      Karakteristik Kitab Hadits Qudsi

Didalam kitab Al-Ahadits Al-Qudsy yang disusun oleh Jamal Muhammad Asy-Syuqairi menghimpun hadits-hadits Qudsi dari pelbagai kitab hadits, yaitu: Muwattha Imam Malik, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasaa-i, dan Ibnu Majah.[2] Dengan kata lain, didalam kitab-kitab tersebut tidak hanya memuat hadits-hadits dari ucapan dan perbuatan nabi semata melainkan juga memuat hadits-hadits qudsi.
 Bagian pertama, penyusun mengelompokkan hadits-hadits Qudsi hingga menjadi 32 bab. Sedangkan pada bagian kedua, penyusun membagi hadits  Qudsi berdasarkan penulis kitab hadits.[3]
Dalam muqaddimahnya, penyusun menjelaskan metode penyusunannya, yaitu tidak mengulang hadits yang sama apabila rawinya sama, kecuali apabila rawinya berbeda, maka penyusun menyebutkannya dengan tambahan atau pengurangan lafadz yang berbeda dalam riwayat lain, atau mengganti dengan pengungkapan berbeda dalam riwayat lain.
Selain itu, penyusun juga mengutip berbagai penjelasan dari Imam Al-Qasthalani, Imam An-Nawawi, serta kitab syarah lainnya.
Sebelum menyusun hadits-hadits Qudsi, penyusun terlebih dahulu mengutip definisi hadits Qudsi, perbedaannya dengan Al-Quran dan hadits lainnya, serta aspek-aspek perbedaannya dengan kitab-kitab samawi lainnya. Seluruh definisi ini penyusun ambil dari kitab Al-Ittihaafat Al-Sunniyyah karya Al-’Anaawi dan Kitab Qawa’id Al-Tahdits karya Jamaludin Al-Qasimi.[4]
2.     Kitab hadist I’lal

Kitab Al-‘Ilal adalah kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini merupakan puncak prestasi kerja penyusunnya, karena pekerjaan ini membutuhkan ketekunan, kerja keras dan waktu yang panjang untuk meneliti sanad , memusatkan pengkajian dan mengulang-ngulanginya untuk mendapat kesimpulan. Atau lebih singkatnya Sebuah kitab yang menyebut tentang  kecacatan pada sebuah periwayatan Hadis, baik dari segi matannya atau sanadnya.[5]

Dari segi jumlah, koleksi dari berbagai macam (tipe) tersebut sangatlah berlimpah dan sulit dipastikan. Pada abad pertama (Hijriah) saja, M. Azami (1977) berani menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar. Kemudian bila ditambah seratus tahun berikutnya (abad ke-2 H) akan lebih sulit lagi memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang muncul. Bahkan, katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya mencapai ribuan. Dari ribuan koleksi itu, hanya sejumlah kecil yang masih bisa dijumpai. Mengenai hal ini, Azami(1977) mengajukan dua hipotesis, pertama, perkiraannya tentang jumlah koleksi yang sampai ratusan (bahkan ribuan) tadi adalah salah total. Hipotesis kedua, koleksi-koleksi tersebut pada suatu waktu memang ada, namun semakin punah.

Hipotesisnya yang terakhir ini memang memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua karena ketelodoran para ahli hadis atau mereka merasa tidak memerlukan literatur hadis sehingga tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini hipotesisnya yang kedua adalah tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para ahli hadis yang kemudian. Oleh karenanya, ketika kitab-kitab (tipe) ensiklopedik tersusun, para ahli hadis merasa tidak perlu lagi memelihara kitab-kitab ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.

Adapun mengenai kitab koleksi hadisnya siapa yang lebih dulu muncul, juga muncul perbedaan pendapat. Sebagai contoh, Muhammad Rasyid Rida, seperti yang dikutip Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (1989), berpendapat bahwa pada kurun awal dari kalangan tabiin, ahli yang pertama kali mencatat hadis dan membukukannya menjadi sebuah koleksi (Musannāf) adalah Khalid ibn Ma‘dan al-Lahmasi (w. 103/4 H). Ibn Syihab al-Zuhri, kata Rida, terkenal sebagai yang pertama karena melakukannya atas dasar perintah khalifah Umayyah. Sementara al-Khatib sendiri berpendapat bahwa penulisan hadis yang bersifat perorangan (berbentuk koleksi pribadi) sudah ada sejak periode sahabat dan tabi‘in. Ia mencontohkan Ibn ‘Amr (w. 63/682) dan Hammam ibn Munabbih (w. 101/719) yang mempunyai koleksi sahifah. Sedangkan, kalau koleksi yang bersifat resmi (atas perintah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz) adalah Abu Bakar. Ibn Hazm dan al-Zuhri.

a.      Ciri utama dan penyusunannya

Ciri utama ilmu I’lal Hadist adalah mengutarakan nama-nama rawi, pangilannya, nasabnya, tempat kelahirannya, kampung halamanya, guru-guru yang telah meriwaytkan hadist kepadanya dan banyak hadist yang telah diriwayatkannya.



Penyusunannya sendiri ada yang bab per bab ada yang menurut system musnad (disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan Hadis).[6]

b.      Kitab-kitab I’lal
1.      Al-I’lal karya Imam Bukhori
2.      Kitab istbat Al-I’lal karya al-tirmidzi

3.     Kitab Hadist Mursal

Hadist mursal ialah hadist yang disandarkan langsung oleh tabi’in kepada Rasulluah, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapan, baik dari tabi’in kecil atau besar. Atau hadist yang terputus sanadnya pada tingkatan sahabat.

Kitab hadist mursal sendiri berarti kitab hadist yang didalamnya mencangkup semua hadist-hadist yang terputus sanadnya pada tingkatan sahabat. Contoh hadist:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ الدِّمَشْقِيُّ أَبُو الْجُمَاهِرِ، أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ بِلَالٍ، حَدَّثَهُمْ، حَدَّثَنِي شَرِيكُ بْنُ أَبِي نَمِرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «كَانَ يَغْسِلُ وَجْهَهُ بِيَمِينِه.
            Pada sanad hadist tersebut abi salamah bin Abdurrahman adalah seorang tabi’in. yang wafat pada tahun 104 H dimadinah. dan dapat dipastikan bahwa abi salamah tidak bertemu dengan nabi, dan ada salah satu rawi dari Hadis tersebut yang digugurkan yaitu seorang sahabat.
 Dan dalam. Seperti dalam kitab al-Marasil karya Abi Dawud disitu membahas thoharoh kemudian dibagi kedalam beberapa bab-bab lagi. Didalam kitab hadits ini abi dawud menulis 600 hadist.
a.      Kitab yang Memuat Hadis Mursal
  1. Al-Marâsîl karya Abu Daud.
  2. Tuhfatul Asyrâf (bagian akhir) karya Al-Hafizh Al-Muzzi.
  3. Al-Jâmi’ Al-Kabîr (bagian akhir) karya Al-Imam As-Suyuthi.
b.      Kitab yang Memuat Rawi Hadis Mursal
  1. Al-Marâsîl karya Ibnu Abi Hatim
  2. Bayân Al-Mursal karya Abu Bakr Al-Bardiji
  3. At-Tafshîl li Mubhami Al-Marâsîl karya Al-Khatîb Al-Baghdadi
  4. Juz’ fi Al-Marâsîl karya Dhiya’uddin Al-Maqdisi
  5.  Juz’ fi Al-Marâsîl karya Ibnu ‘Abdilhadi Al-Maqdisi
  6. Jâmi’ At-Tahshîl li Ahkâm Al-Marâsîl karya Al-‘Ala’i
  7. Tuhfatu At-Tahshîl fi Dzikri Ruwati Al-Mursalîn karya Al-Hafizh Al-‘Iraqi

Kesimpulan

1.      Kitab hadits qudsi disusun ada kalanya ditulis berdasarkan periwayatnya dan kadang dibuat perbab-bab.
2.      Kitab hadits I’lal disusun bab per bab ada yang menurut system musnad (disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan Hadis).
3.      Kitab hadits mursal disusun bedasarkan  bab-bab, adakalanya fiqih.dll.
4.      Dari ketiga kitab hadits tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda beda, jika kitab hadits qudsi disusun berdasarkan bab dan periwayatnya. Lain halnya dengan I’lal yang mengunakan system musnad. Dan lain halnya juga dengan mursal yang berdasarkan bab-bab seperti fiqih,
Daftar Pustaka

ad-Damasyqi, Ibnu Nashirudin, terj Saleh, Faisal, Harahap, Khoirul Anam ,Ilmu Atsar al-hadits, Jakarta Timur: Akbar, 2008
abumalika.blog.com
ZUNLY'S_BLOG.htm
Rahman, Fatchur, Ihtashar Mustholah Hadits.Bandung: PT. Alma’arif,1985.





[1] Ibnu Nashirudin ad-Damasyqi, terj.Faisal Saleh, Khoirul Anam Harahap,(Jakarta Timur: Akbar, 2008) hal 132
[2] http://abumalika.blog.com
[3] Ibid.
[4] Op.cit.
[5] ZUNLY'S_BLOG.htm
[6] Drs. Fatchur Rahman, Ihtashar Mustholah Hadits.(Bandung: PT. Alma’arif,1985) hal 318

1 komentar:

Lidya mengatakan...

izin kopas

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman